PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
MACAM-MACAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
DISUSUN OLEH :
ANIS PRATIWI DININGRUM
21214281
KELAS : 3EB28
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Pengertian
Perlindungan konsumen adalah perangkat
hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai
contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa
hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsibarang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa
serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen
dapat mengajukan perlindungan adalah:
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat
(1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821
Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesian Sengketa
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada
Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.
795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
B. Asas Dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Asas Perlindungan Konsumen
Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang
relevan dalam pembangunan nasional, yakni:
1. Asas
Manfaat
Adalah segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan
Adalah memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
maupun spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan
Konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan
atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum
Adalah pelaku maupun konsumen
mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
1. Meningkatkan kesadaran,
kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2. Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/
atau jasa
3. Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4. Menetapkan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapat informasi
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6. Meningkatkan kualitas barang
dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
C. Hak dan Kewajiban bagi Konsumen
Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999,
hak dan kewajiban konsumen antara lain:
Hak konsumen
1. Hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa
2. Hak untuk memilih barang dan/
atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa
4. Hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan
5. Hak untuk mendapatkan advokasi
perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut
6. Hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku,
agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosialnya
8. Hak untuk mendapat kompensasi,
ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
9. Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban konsumen
1. Membaca, mengikuti petunjuk
informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/ atau jasa demi
keamanan dan keselamatan
2. Beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/ atau jasa
3. Membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati
4. Mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
hak dan kewajiban pelaku usaha, sebagai berikut.
Hak pelaku usaha
1. Hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/
atau jasa yang diperdagangkan
2. Hak untuk mendapat
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
3. Hak untuk melakukan pembelaan
diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
4. Hak untuk rehabilitasi nama
baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan
oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan
5. Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban pelaku usaha
1. Beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya
2. Melakukan informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
3. Memperlakukan atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, pelaku usaha
dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan, pelaku usaha
dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen
4. Menjamin mutu barang dan/ atau
jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar nutu
barang atau jasa yang berlaku
5. Memberi kesempatan kepada
konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi
jaminan atau garansi atas barang yang dibuat maupun yang diperdagangkan
6. Memberi kompensasi, ganti rugi
atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa
yang diperdagangkan
7. Memberi kompensasi ganti rugi
apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.
MACAM-MACAM HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi
pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif
bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya
atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam
benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik
yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga
dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun
apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta
tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak
cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh
penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam
hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk
yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1982 Nomor 15)
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara
RI Tahun 1997 Nomor 29)
B. Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor
14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau
dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Paten hanya diberikan negara
kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi.
Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di
bidang teknologi, hal yang dimaksud
berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, serta
penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20
tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara
lain :
UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI
Tahun 1989 Nomor 39)
UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun
1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI
Tahun 2001 Nomor 109).
C. Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak
merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek
merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan
produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek
tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang
ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang
akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut.
Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :
1. Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
3. Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Selain itu terdapat pula hak atas merek, yaitu hak khusus
yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum
Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk menggunakannya. Dengan terdaftarnya suatu merek, maka sudah
dipatenkan bahwa nama merek yang sama dari produk/jasa lain tidak dapat
digunakan dan harus mengganti nama mereknya. Bagi pelanggaran pasal 1 tersebut,
maka pemilik merek dapat mengajukan gugatan kepada pelanggar melalui Badan
Hukum atas penggunaan nama merek yang memiliki kesamaan tanpa izin, gugatan
dapat berupa ganti rugi dan penghentian pemakaian nama tersebut.
Selain itu pelanggaran juga dapat
berujung pada pidana yang tertuang pada bab V pasal 12, yaitu setiap orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama secara keseluruhan
dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain, untuk barang
atau jasa sejenis yang diproduksi dan diperdagangkan, dipidana penjara paling
lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,-
Oleh karena itu, ada baiknya jika
merek suatu barang/jasa untuk di hak patenkan sehingga pemilik ide atau
pemikiran inovasi mengenai suatu hasil penentuan dan kreatifitas dalam pemberian
nama merek suatu produk/jasa untuk dihargai dengan semestinya dengan memberikan
hak merek kepada pemilik baik individu maupun kelompok organisasi
(perusahaan/industri) agar dapat tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan
perekonomiannya dengan tanpa ada rasa was-was terhadap pencurian nama merek
dagang/jasa tersebut.
Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI
Tahun 1992 Nomor 81)
UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun
1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI
Tahun 2001 Nomor 110)
D. Desain Industri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain
Industri:
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang
memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua
dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas
industri, atau kerajinan tangan.
E. Rahasia Dagang
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia
Dagang :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia
Dagang.
CONTOH KASUS
PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. KASUS INDOMIE DI TAIWAN
Kasus Indomie yang mendapat
larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang
berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam
Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat).
Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan
pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis
produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat
perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM
untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa
hari Kamis ini,” kata Ketua
Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan
meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak
negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang
terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang
praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu
methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan
pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya
ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik
sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga
membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini.
Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga
berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia
yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi,
lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin
melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk
mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan
muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia
yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah
mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan
kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk
Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan
karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Analisis kasus :
Kasus penarikan indomie di Taiwan
dikarena pihak Taiwan menuding mie dari produsen indomie mengandung bahan
pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada
produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberque.
Hal ini disanggah oleh Direktur
Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi Indofood
CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang
diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro
Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Permasalahan diatas bila ditilik
dengan pandangan dalam hokum perlindungan maka akan menyangkutkan beberapa
pasal yang secara tidak langsung mencerminkan posisi konsumen dan produsen
barang serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen.
Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan
penyelesaian:
Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 7 ( b dan d )UU
NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlu ditilik dalam kasus diatas adalah adanya perbedaan
standar mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Taiwan yang
masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan
dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX
Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara internasional.
Namun hal itu menjadi polemic
karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung
Methyl P-Hydroxybenzoate yang dilarang di Taiwan. Hal ini yang dijadikan pokok
masalah penarikan Indomie. Oleh karena itu akan dilakukan penyelidikan dan
investigasi yang lebih lanjut.
Untuk menyikapi hal tersebut PT
Indofood Sukses Makmur mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang
dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehingga masyarakat atau konsumen
di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan.
Berdasarkan rilis resmi Indofood
CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang
diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan
Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya.
Direktur Indofood Franciscus
Welirang bahkan menegaskan, isu negatif yang menimpa Indomie menunjukkan produk
tersebut dipandang baik oleh masyarakat internasional, sehingga sangat potensial
untuk ekspor. Menurutnya, dari kasus ini terlihat bahwa secara tidak langsung
konsumen di Taiwan lebih memilih Indomie ketimbang produk mie instan lain. Ini
bagus sekali. Berarti kan (Indomie) laku sekali di Taiwan, hingga banyak
importir yang distribusi.
2. KASUS IKLAN SEBUAH PRODUK
Iklan sebuah produk adalah bahasa
pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak
selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen
yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March.
Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan
berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief
biasa disapa—membeli Nissan March di
showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan moda
transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya
boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan
dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
“Sampai
sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian,
Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada
jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah
Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di
Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung
Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang
di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin
untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March.
Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis
berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute
kombinasi,” imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali
pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses
pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung
di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya
berharap diadakan road test dengan ada saksi,”
kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT
Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari
lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k
dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta
membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI
mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada
12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya,
NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla,
David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta
majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan
produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak
ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat
tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan
syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca
Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam
iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak
membohongi konsumen. “Iklan Nissan
jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin
asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
Analisis Kasus :
Iklan memang ditujukan kepada
konsumen agar tertarik untuk membeli produk atau barang yang akan ditawarkan.
Akan tetapi seharusnya iklan itu tidak menjurus ke penipuan, karena hal
tersebut dapat mebuat konsumen hilang kepercayaan terhadap produk yang
dikeluarkan oleh perusahaan tersebut dan akan mengakibatkan kerugian tersendiri
bagi perusahaan tersebut. Dari kasus tersebut konsumen sudah dirugikan terhadap
haknya yaitu Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/jasa, Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskrimainatif.Berdasarkan kasus tersebut maka perusahaan
tersebut telah melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang berlaku sejak 20 April 2000 tentang perlindungan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA:
https://www.google.co.id/amp/s/fahmuk.wordpress.com/2015/07/03/perlindungan-konsumen-dan-contoh-kasus/amp/
http://taniaanjani.blogspot.co.id/2013/05/hak-kekayaan-intelektual-haki.html
https://dhiasitsme.wordpress.com/2012/03/31/hak-atas-kekayaan-intelektual-haki/.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f8503fecc5fb/kasus-iklan-nissan-march-masuk-pengadilan
http://putrifebriwulandariblog.wordpress.com/2013/05/20/perlindungan-konsumen-dan-contoh-kasus/
http://arikathemousleemah.blogspot.co.id/2014/04/makalah-perlindungan-konsumen.html
http://riaviinola.blogspot.co.id/2014/09/makalah-perlidungan-konsumen.html